Rss Feed

" Kasih Tak Sampai "

Malam ini begitu sunyi. Kesunyian hatiku tak seorangpun yang dapat mengisi. Apalagi semenjak kepergiannya yang hanya meninggalkan goresan luka di hatiku. Seseorang yang teringat dalam memori kehidupan yang tak dapat terlukis dalam puing kenangan masa lalu. Ia pergi tanpa memberikan sebuah isyarat sehingga hati kecil ini pun selalu bertanya- tanya akan kepergiannya. Adakah secercah harapan untuk ia kembali hadir mengisi kehampaan jiwaku? Biarlah masa yang akan menjawabnya.

Seseorang yang pernah singgah di hatiku itu bernama Hafidzh. Aku bertemu dengannya saat SMA dahulu. Pertama kali kami berjumpa, terlihat biasa saja. Sampai suatu ketika, kamipun bertemu lagi dalam satu ekstrakulikuler di sekolah kami. Aku dengannya sering bekerjasama sehingga intensitas bertemu pun menjadi lebih sering antara aku dan dia. Kami adalah sahabat. Kami menjadi sahabat. Dan kami selalu sahabat. Ya, sahabat bagiku adalah seorang yang bisa menuntunku saat ku tak tau arah, mengarahkanku ketika ku tersesat, membangkitkan ketika ku terjatuh dan membuatku tersenyum saat ku terluka dan bersedih. Aku sering melewati suka duka bersamanya. Jika ada masalah salah satu dari kita pasti siap untuk membantu memecahkannya, itulah gunanya sahabat. Kami menjadi dekat saat masa-masa sekolah SMA dan kedekatan tersebut kini membuahkan benih-benih rasa yang seharusnya tidak ada diantara kita.

Namun aku tidak pernah mau mengakuinya, begitupun dengan si dia. Bagiku akan menjadi sangat kompleks jika dibicarakan dengan orang lain. Jadi, lebih baik aku diam seribu bahasa, tidak memikirkannya dan tidak juga untuk membayangkannya. Aku tidak lagi peduli dengan rasa itu, aku anggap itu akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Namun rasa itu kembali hadir mengisi hati saat kami akan berpisah. Kelulusan SMA membuat kami memilih jalan masing-masing. Aku memutuskan untuk kuliah di Eropa, tepatnya di Jerman, Universaite Heidelberg, dan dia lebih memilih untuk kuliah di dalam negeri. Aku pikir itulah sebuah resiko menuntut masa depan bagi pelajar yang ingin mencapai sukses. Antara jerman dan jakarta, aku harus melewati benua untuk bertemu dengannya.

Dia sempat mengantarkanku ke bandara sebelum keberangkatanku ke negeri seberang samudera. Sebelum berpisah, dia sempat berkata,

“Hmhm.. mau belajar aja sampe jauh bener deh. Jangan jauh-jauh ya loe.. jangan nangis kalo dah nyampe sana, pokoknya jangan pernah nangis..”

“Iyee.. bawel” ucapku sambil bernada kesal. Sepertinya ia memang memahamiku, aku lebih sering menangis ketika ditinggal ataupun meninggalkan.

“Ting.. Tung.. Ting.. Tung.. Pesawat C70i akan segera berangkat, diharapkan para penumpang untuk memasuki ruang landas”, terdengar sebuah pengumuman yang menandakan bahwa aku harus say goodbye dengan orangtuaku dan si dia. Aku melambaikan tangan kepada mereka. Saat aku memasuki ruang landas dan duduk sejenak, handphoneku bergetar. Ada 1 pesan masuk di hp ku.

“Aku akan setia menantimu, aku akan menunggumu sepulang dari Jerman. Aku akan meminangmu dan kamu harus menjadi pendamping hidupku nanti.”

Aku shock membacanya. Saat aku ingin membalas pesannya, tetapi tanda pengumuman berbunyi kembali. Itu menandakan bahwa aku harus menuju pesawat untuk lepas landas. Aku menjadi tidak sempat membalasnya.

8tahun kemudian..

Delapan tahun sudah ku belajar di Jerman. Aku rasa itu cukup dengan menyandang gelar ‘Sarjana Muda II Internasional’. Aku memutuskan untuk ke Jakarta dan segera bertemu dengan orangtuaku dan tentunya juga dengan si dia. Aku mengabari sebelumnya kepada orangtuaku bahwa aku akan menuju Indonesia pada hari itu. Aku mengabari mereka melalui pesan SMS saat aku di bandara Deutschland. Ternyata ada SMS balasan yang sudah kuduga pasti itu dari ibuku.

Ass.wr.wb Telah pulang ke Rahmatullah, anak kami HAFIDZH S ARDIYANTO pada hari ini jam 04.00 pagi karena penyakit yang dideritanya. Kami harap ananda sabar mendengar pesan duka ini. Ibu Hafidzh.

Aku tercengang membacanya dan menangis tersedu-sedu di bandara. Aku tak kuasa menahan rasa sedih ini. Sungguh aku seperti tak percaya dengan pesan yang dikirimkan oleh orangtua Hafidzh. Tetapi aku berusaha tidak berlama-lama dalam kesenduan dan mengecek kebenarannnya setiba aku di Indonesia.

Setibanya, aku langsung menuju rumah Hafidzh tetapi ia tak ada. Pembantunya mengatakan bahwa ia sedang prosesi pemakakaman. Aku tehentak melihat ia sedang dimasukkan ke liang lahat. Aku hanya bisa menangis. Ia tak pernah mengeluh sakit kepadaku, ia tak pernah mengatakan bahwa ia menderita penyakit jantung. Yang aku lihat ia selalu bersikap tegar seperti tak ada masalah dengan kondisi badannya. Namun dibalik semua itu, kini ia tak lagi berdaya, tak lagi mampu membagi senyum dan canda tawanya padaku. Aku sangat kehilangan dirinya.

8 bulan kemudian..

Delapan bulan berlalu, kepergiannya yang begitu cepat membuat diri ini semakin tegar untuk menerima kenyataan dalam hidup. Namun tak bisa dipungkiri, akupun hanyut terbawa sugesti untuk membayangkan wajahnya saat rasa rindu ini menghampiri. Terkadang aku melihatnya sambil menerpa senyumnya padaku tetapi saat aku memejamkan mata dan membukanya lagi ia menghilang, selalu ia tampak hadir dan menghilang. Tetapi ia akan selalu hadir mengisi hati ini dan takkan pernah hilang untuk selama-lamanya..

0 komentar:

Posting Komentar